BERWIRAUSAHA TETAP MENUNTUT ILMU
Ajaran agama Islam sangat menekankan umatnya untuk menuntut Ilmu sebanyak-banyaknya. Islam mengajarkan ummatnya untuk mandiri dan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Tidak hanya mengajarkan untuk beribadah mahdhah, tetapi juga mendorong umatnya untuk belajar. Dan salah satunya yang mendorong Islam adalah berwirausaha.
Menuntut Ilmu dalam Al-Quran
Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
(Q.s. al-Mujadalah : 11)
Menuntut Ilmu dalam Hadist
Barang siapa menginginkan soal-soal yang
berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang
ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula;
dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu
kedua-duanya pula”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dari Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari
bapaknya, dia berkata, Rasulullah SAW. telah bersabda “sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin
yang berkarya/bekerja keras.” Dan di dalam riwayat Ibnu Abdan, “pemuda yang berkarya/ bekerja keras.” (H.R. Baihaqy)
Isi kandungan hadis ini menjelaskan bahwa
Allah SWT. suka atau lebih mencintai hamba-hambanya yang mukmin untuk berkarya
atau bekerja keras. Dengan demikian bisa diambil poin penting dari kedua hadis tentang berkarya. Dalam berwirausaha, seseorang harus mempunyai jiwa untuk
berkarya, dan biasanya mereka mempunyai karakteristik-karakteristik
berwirausaha yang melekat pada dirinya.
Membangun Motivasi berwirausaha sebagai tempat belajar
Membangun Motivasi berwirausaha sebagai tempat belajar
Agar kita dapat melaksanakan keseimbangan
hidup tersebut perlu adanya motivasi-motivasi dalam diri untuk membangun kita
agar hidup ini lebih bermanfaat. Dalam hal ini lebih ditekankan pada aspek
membangun motivasi berwirausaha sebagai ladang pembelajaran.
1.
Niat yang baik, merupakan pondasi dari amal perbuatan, sebagaimana hadis
Rasulullah, “Sesungguhnya
amalan itu tergantung pada niatnya. Dan seseorang sesuai dengan apa yang ia
niatkan.
2.
Membulatkan tekad, berani
melangkah dapat mewujudkan keberhasilan daripada setengah-setengah atau tidak
berani bertekad dipastikan gagal.
3.
Percaya pada takdir dan ridha, dalam hal ini kita berpikir positif.
4.
Belajar dari filsafat alam, berawal dari yang kecil.
5.
Belajar dari pengalaman wirausaha yang sukses.
6.
Berinteraksi dengan akhlak, akhlak menempati posisi puncak dalam rancang
bangun ekonomi Islam.
7.
Mengikuti program pengembangan, mengikuti kegiatan sosialisasi dan advokasi
kewirausahawan agar dapat menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan.
8.
Kunjungan kerja, melakukan kunjungan ke sentra-sentra kegiatan ekonomi/
industri yang lebih maju.
9.
Belajar sebagai ibadah, dalam hal ini belajar dengan ikhlas karena
Allah.
10. Bersyukur, merupakan konsekuensi logis dari bentuk rasa terima kasih
atas nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan selama ini kepada kita.
Hal mendasar yang perlu dipersiapkan oleh
wirausahawan adalah ilmu tentang
prinsip-prinsip wirausaha di dalam Islam. Salah satu prinsipnya adalah
sebagaimana pesan Khalifah Umar bin Khattab radhialllahu’anhu kepada kaum Muslimin: “Hendaklah tidak berdagang di pasar kita
selain orang yang telah faham (berilmu), jika tidak, ia akan memakan riba
(ucapan beliau ini dengan teks demikian ini dinukil oleh Ibnu Abdil Bar Al
Maliky). Prinsip terpenting lainnya adalah hukum asal setiap transaksi adalah
halal. Sebagaimana kaidah fikih, “Hukum asal dalam segala hal adalah boleh hingga ada dalil yang
menunjukkan keharamannya.” Kaidah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat
29 yang artinya:
.
“Dialah yang
menciptakan untuk kamu segala hal yang ada di bumi seluruhnya.'' (QS Al Baqarah
2:29)
Sedangkan, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mendukung kaidah
tersebut adalah:
“Kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Musim).
Allah memerintahkan agar semua muslim
berusaha melakukan usaha apa saja dan dimana saja sesuai dengan ilmu dan
keterampilan yang dimiliki sesuai dengan syriat Islam. Ilmu termasuk dari
bagian dari agama, ini berarti berpegang teguh pada ilmu sama halnya berpegang
teguh dengan agama, karena ilmu bersumber dari agama. Hal ini menunjukkan bahwa
jika ingin mendapatkan sesuatu yang baik maka harus berpegang teguh pada agama
dan ilmu.sedangkan agama mengajarkan bahwa dalam melakukan usaha atau
mengembangkan modal tidak melampaui batas, sesuai dengan Al-Qur’an, as-sunnah, ijma’ dan qiyas.
Umar bin Khattab (Radhiyallahu ‘anhu) memiliki semangat dalam menuntut ilmu.
Beliau tidak mau kehilangan ilmu ketika bekerja. Maka beliau memiliki metode
yaitu bergantian dengan tetangganya dalam menuntut ilmu. Jika Umar belajar
kepada Rasulullah maka tetangganya bekerja. Jika Umar bekerja maka tetangganya
belajar kepada Rasulullah. Jika tetangganya bekerja maka sepulang dari
pekerjaannya dia belajar kepada Umar, yaitu Umar mengajarkan ilmu yang telah
diajarkan oleh Rasulullah. Begitu juga sebaliknya, jika Umar bekerja maka
sepulang dari pekerjaannya dia belajar kepada tetangganya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Rasulullah mengutus penghafal al-Qur’an ke suatu tempat. Para penghafal ini
bekerja pada siang hari dan pada malam hari mereka mengajarkan al-Qur’an. Mereka pergi ke hutan mencari kayu untuk
dijual di pasar. Beginilah mereka menggabungkan dakwah dengan bekerja.
Ulama setelah masa sahabat mengikuti metode
sahabat dalam menggabungkan antara belajar dengan bekerja. Maka muncul
ulama-ulama besar, akan tetapi mereka tetap menjadi orang yang sukses dalam
bekerja.
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani beliau
adalah seorang ahli hadits pada zaman ini. Pada masa mudanya adalah seorang
tukang kayu. Kemudian beliau bekerja sebagai tukang jam. Dan membuka toko
perbaikan jam. Jika tidak ada pengunjung toko, maka beliau menyibukkan diri
dengan belajar.
Ulama lainnya ada yang bekerja sebagai
pembuat kain, tukang obat (bekerja di apotik), dan dokter.
Post a Comment